Rabu, 15 Januari 2014

ASKEP TALASEMIA




TINJAUAN TEORITIS

A.     PENGERTIAN
·         Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ).
·         Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor.
·         Talasemia merupakan suatu penyakit darah yang ditandai dengan berkurang atau ketiadaan produksi dari

  


 


ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM HEMATOLOGI
DENGAN KASUS TALASEMIA


O l e h
KELOMPOK VI
Megawati
Moh. Agus
Sabria






AKADEMI KEPERAWATAN PEMDA DONGGALA
TAHUN 2010/2011
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.     PENGERTIAN
·         Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ).
·         Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor.
·         Talasemia merupakan suatu penyakit darah yang ditandai dengan berkurang atau ketiadaan produksi dari hemoglobin normal. Talasemia biasanya terjadi di daerah-daerah dimana terjadi endemik malaria, khususnya malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum.

B.     KLASIFIKASI
Berdasarkan gangguan pada rantai globin yang terbentuk, talasemia dibagi menjadi :
1.    Talasemia alpha
Talasemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin rantai alpha yang ada. Talasemia alpha dibagi menjadi :
·         Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha).Pada keadaan ini mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya terjadi sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom).
·         Alpha Thalassaemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha). Penderita mungkin hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).
·         Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha). Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa (splenomegali).
·         Alpha Thalassaemia Major (gangguan pada 4 rantai globin aplha). Talasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada talasemia tipe alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha talasemia mayor mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2.    Talasemia Beta
Talasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin yang ada. Talasemia beta dibagi menjadi :
·         Beta Thalassaemia Trait. Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer).
·         Thalassaemia Intermedia.Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.
·         Thalassaemia Major (Cooley’s Anemia).Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat. 

C.     ETIOLOGI
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).

D.     MANIFESTASI KLINIS
1.      Pucat
2.      Kelelahan
3.      Lemas
4.      Nafas pendek
5.      Kulit berwarna kekuningan (jaundice) atau  berwarna keabu-abuan
6.      Deformitas tulang wajah
7.      Pertumbuhan lambat
8.      Perut membusung (akibat pembesaran hati dan limpa)


E.      PATOFISIOLOGI
Hemoglobin post natal (Hb A)


Rantai alfa                                           rantai beta

                              Thalasemia beta                                               Difesiensi rantai beta

Hyperplasia                             hemopoiesis                      Defisiensi sintesa rantai beta
  Sumsum tulang           eritropoiesis       extramedular
  Sintesa rantai alfa

perubahan skeletal       SDM rusak                 splenomegali             Kerusakan pembentukan Hb
                                                       limfadenopati
Anemia                                hemolisis                                                        Hemolisis
                                                    hemokromatosis
maturasi seksual          hemosiderolisis                                                               Anemia Berat
& pertumbuhan trggangu                                 fibrosis           
kulit kecoklatan                                                 Pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang

   Fe Meningkat

   Hemosiderosis
 


Jantung                        liver     kandung empedu         pangkreas        limpa
 

Gagal             sirosis        kolelitiasis                diabetes      splenomegali
 jantung





F.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.       Pemeriksaan laboratorium
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
b.      Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.

G.     PENCEGAHAN
a.       Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b.      Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus.




H.     PENATALAKSANAAN
a.       Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.
b.      Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diit buruk
c.       Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit darah transfusi.
d.      Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh Desferioksamin.
e.       Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
f.       Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
g.       Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun dari saudara kandung dengan HlA cocok (HlA – Matched Sibling). Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus.

I.        KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.












BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN

A.     PENGKAJIAN
1. Pengkajian fisik
a.       melakukan pemeriksaan fisik
b.       kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia (pucat, lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan dada, menurunnya aktivitas, anorexia, epistaksis berlang )
c.       Kaji riwayat penyakit dalam keluarga.
2. Pengkajian umum
a.   pertumbuhan yang terlambat
b.   anemia kronik
c.   kematangan seksual yang tertunda
3. Krisis vaso Occlusive
a.       Sakit yang dirasakan
b.      Gejala yang dirasakan berkaitan denganischemia daerah yang berhubungan:
- Ekstrimitas : kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen : terasa sakit
- Cerebrum : troke, gangguan penglihatan.
- Liver : obstruksi, jaundice, koma hepaticum.
- Ginjal : hematuria
c. Efek dari krisis vaso occlusive adalah:
• Cor : cardiomegali, murmur sistolik.
• Paru – paru : ganguan fungsi paru, mudah terinfeksi.
• Ginjal : Ketidakmampuan memecah senyawa urine, gagal ginjal.
• Genital : terasa sakit, tegang.
• Liver : hepatomegali, sirosis.
• Mata :Ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menimbulkan kebutaan.
• Ekstrimitas : Perubahan tulang – tulang terutama menyebabkan bungkuk, mudah terjangkit virus Salmonella, Osteomyelitis.



B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen selular yang penting untuk menghantakan oksigen murni ke sel.
2.      Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplay oksigen.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang selera makan.
4.      Koping keluarga inefektif b.d dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga.

C.     INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen murni ke sel.
Tujuan :
Menunjukan perfusi adekuat misalnya tanda vital stabil ; membrane mukosa warna merah muda, pengisisan kapiler baik.
Intervensi :
1.      Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler,warna kulit/membrane mukosa,dasar kuku.
2.      Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
3.      Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, binggung.
4.      Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi
5.      Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
6.      Awasi pemeriksaan laboratorium, mis Hb.
7.      Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional :
1.      Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2.      Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3.      Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau difisiensi vitamin B12.
4.      Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan klien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi.
5.      Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen
6.      Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respons terhadap terapi
7.      Memaksimalkan transport oksigen kejaringan

2.      Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplay oksigen.
Tujuan :
Menunjukan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misl nadi, pernapasan, dan TD masih dalam rentang normal.
Intervensi:
1.      Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas.
2.      Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan,kelemahan otot.
3.      Berikan lingkungan tenang.  Pantau dan batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang yang tak direncanakan.
4.      Ubah posisi klien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
5.      Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulansi bila perlu, memungkinkan klien untuk melakukannya sebanyak mungkin.
6.      Rencanakan kemajuan aktivitas dengan klien termasuk aktivitas yang klien pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi
7.      Gunakan teknik penghematan energy, misalnya mandi dengan duduk.
8.      Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nafas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.
Rasional :
1.      Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2.      Menunjukan perubahan neurologi karena difesiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan klien
3.      Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru
4.      Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cidera
5.      Membantu bila perlu, harga diri di tinggikan bila klien melakukan sesuatu sendiri
6.      Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot /stamina tanpa kelemahan.
7.      Mendorong klien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energy dan mencegah kelemahan
8.      Regangan/stress dapat menimbulkan dekompenssasi/kegagalan

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang selera makan.
Tujuan :
Menunjukan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi :
1.      Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
2.      Observasi dan catat masukan makanan klien
3.      Timbang berat badan tiap hari
4.      Berikan makan sedikit dan frekuensi sering.
5.      Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
6.      Konsul pada ahli gizi
7.      Berikan obat sesuai indikasi
Rasional :
1.      Menidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
2.      Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan kosumsi makanan
3.      Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
4.      Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster
5.      Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
6.      Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
7.      Kebutuhan pengganti tergantung pada tipe anemia.

Tidak ada komentar: